Modernis.co, Malang – Sebagai umat yang beragama ataupun hidup ditengah umat yang keseharianya melaksanakan ritual keagamaan, kita pun tidak heran lagi akan hal itu. Setiap agama memiliki cara ritual yang berbeda-beda baik itu dari saudara kita Muslim, Kristiani, Hindu, Budha dan Konghucu. Perbedaan itu karena adanya aturan berbeda dari setiap kitab suci yang di imani sebagai pedoman hidup guna mencapai keridhoan Tuhan yang Maha Esa serta mendapatkan ganjaran syurga.
Perlu dicatat bahwa setiap ibadah yang dilakukan oleh masing-masing agama tersebut memiliki nilai, baik secara filosofis maupun aksiologis. Tidak salah apabila setiap umat beragama memahami dengan baik ajaran yang terdapat dalam agamanya sendiri maka Dia tidak akan melakukan hal-hal yang dilarang oleh Tuhanya karena perbuatan tersebut adalah dosa besar dan pasti akan mendapat balasan setimpal. Dengan sendirinya apabila ini direnungkan secara mendalam maka akan tumbuh rasa kehati-hatian dalam bertutur kata maupun bertindak.
Dibalik itu semua, ada satu hal yang menarik untuk ditelusuri yakni kebenaran adanya satu ajaran yang diajarkan oleh semua agama yaitu cinta, kasih sayang, tolong-menolong dan perdamaian. Secara singkat kemudian bisa ditelaah bahwa sebagai umat yang beriman (berkeyakinan pada Tuhan) haruslah menjadi aktor perdamaian ditengah konflik berkepanjangan di negeri ini. Menebarkan perdamaian dan menyuarakan keadilan menjadi tanggung jawab kemanusian yang harus diemban oleh setiap diri kita masing-masing.
Selama ini tidak sedikit pun lekang dari pengamatan kita, disana sini terjadi peperangan antar kelompok masyarakat dengan didasari oleh berbagai macam motif, dan mirisnya agama menjadi pemicu juga sekaligus menjadi korbanya. Keberadaan agama sepatutnya tidak menjadi pemicu segala perpecahan di muka bumi, karena apabila agama menjadi alasan maka nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh agama telah tereduksi oleh berbagai hal-hal tak begitu penting untuk ditanggapi secara serius.
Pun sebaliknya, agama tidak layak kemudian menjadi korban kerakusan maupun sifat kebinatang manusia yang tak bertanggung jawab. Agama adalah suatu ajaran suci dari Tuhan dikaruniakan kepada kita semua, agar kita paham akan hakikat hidup, dari mana kita berasal, untuk apa kita hidup dan kemana akan berakhir.
Dalam pandangan Islam, kehadiran manusia dimuka bumi ini tidak lain adalah untuk merajut persaudaraan membingkainya dengan kebahagiaan. Berasala dari berbagai pelosok dengan watak dan keyakinan berbeda islam menegaskan kita semua hadir untuk saling kenal mengenal kemudian menjadi bersaudara.
Islam juga meyakini bahwa kita lahir dari jiwa yang satu, lalu Allah swt menjadikan kita bersuku-suku dan berbangsa-bangsa yang apabila dalam perbedaan itu menuai perselisihan maka musyawarahkan dan berdamailah.
Dalam sebuah forum dialog lintas agama, yang narasumbernya berasal dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) terdapat tiga narasumber, masing-masing dari Muslim, Kristen dan Hindu. Dalam dialog tersebut RM FX Agis Triatmo, narasumber dari Kristen, mengutarakan pada mulanya tidak ada satupun agama yang mengajarkan kekerasan.
Namun era sekarang ungkapan itu berbanding terbalik dengan fakta dilapangan. Menurut Beliau penyebabnya adalah terdapat satu fenomena yang disebut sebagai the manipulation of religions, artinya agama telah menjadi komoditas diperjualbelikan oleh orang-orang tak bertanggung mengatasnamakan agama.
Dalam menghadapi persoalan ini, Beliau mengutarakan langkah-langkah preventif guna mencegah aktivitas the manipulation of religions yang berkepanjangan. Dalam pengamatan Pak Agis, hal ini bisa kita upayakan dengan :
Pertama,perlunya kontekstualisasi iman. Kedua, penguatan paham kebangsaan. Ketiga, pendalaman urgensi pendidikan, dimulai dari unit terkecil dalam keluarga. Harapanya, setelah langkah diatas ditunaikan maka kemudian lahirlah generasi yang senantiasa berpikir jernih dalam menghadapi segala persoalan yang ada termasuk hal-hal berkaitan dengan keyakinan.
Lebih lanjut apabila kita menggunakan kacamata islam, dalam islam dijelaskan bahwa dalam kehidupan bermasyarakat ini (dalam islam disebut dengan ukhuwah) kita emua dipersatukan dalam satu ikatan ukhuwah. Namun ukhuwah sendiri terbagi atas tiga macam, yaitu:
- Ukhuwah islamiyah (persaudaraan islam). Ini bermaksud menjelaskan bahwa kita semua dipersatukan karena persamaan keyakinan yaitu islam sebagai agama, al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai landasan hidup.
- Ukhuwah wathaniyah (persaudaraan bernegara). Artinya, tidak ada sekat antara siapapun yang menegaskan diri dan sah secara admininstratif mendiami Negara Kesatuan republik Indonesia. Dengan konsekuensi apapun dan siapun yang mencoba menggangu ketentraman serta keutuhan Negara harus dilawan secara bersama-sama.
- Ukhuwah basyariah (persaudaraan sesama mahkluk). Makhluk sebagai ciptaan Tuhan yang palin mulia diantara semua ciptaan, sudah seharusnya saling menjaga maupun melindungi serta harus saling menghormati segala perbedaan yang ada. Perbedaan tidak menjadikan kita bercerai-berai, malah hal ini kita coba bangun menjadi sebuah pola komunikasi yang matang demi terwujudnya manusia penuh denngan peradaban.
Berlandaskan spirit wahyu dengan semangat cinta kasihnya, maka idealnya kehidupan kita yang semula dihadapkan pada persoalan hidup yang begitu kompleks harus ditanggapi dengan sifat berbesar hati. Lalu pertanyaanya kemudian adalah sejauh mana hati mampu melakukan controlling terhadap diri apabila dihadapakan persoalan seerius ?.
Sulit untuk mengutarakan jawaban pasti terkait hal ini, sebab hati selalu mengalami kasulitan untuk tetap konsisten ketika persoalan menghadapnya. Apalagi dalam hal ini adalah konflik antar manusia (baik itu motif agama, suku, bangsa bahkan negara).
Persoalanya pun yang harus dihapai oleh kita adalah bagaimana mengantisipasi konflik terutama berkaitan dengan agama yang pelopori oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab (the manipulation of religion). Perbuatan seperti itu merupakan wujud nyata dari usaha mereduksi nilai-nilai luhur agama. Agama yang semula ajaran suci dari Tuhan lewat para nabi lambat laun mulai terkikis. Sikap materialisme maupun individulisme penting dikesampingkan terlebih dahulu. Betapa banyak kita temui puncak dari hal itu, pembunuhan dan permusuhan terjadi dimana-mana.
Perbuatan apapun bentuknya yang apabila telah menghilangkan nilai kegamaan, maka akan ditemui kegersangan nilai luhur didalamnya. Agama sebagai pembentuk kelembutan hati harus bisa ditanamkan kuat dalam jiwa umat beragama.
Tuhan mengajarkan jangan saling benci, memusuhi bahkan membunuh antar satu dengan lainya, mengamalkan nilai keamaan dalm setiap tindak tanduk keduniawiaan berarti kita telah berusaha menghadirkan Tuhan dalam segala hal.
*Oleh : Wahjiansah (Mahasiswa Jurusan Syariah Universitas Muhammadiyah Malang dan Aktivis IMM Tamaddun FAI UMM)